Bismillahirrahmanirrahiim...
Lampu-lampu mulai menyala mengiringi kepergian sang mentari yang mulai tenggelam di sisi barat gedung-gedung pencakar langit. Ya daerah khusus ibukota Jakarta kini sudah berganti langit yang tadinya lembayung oranye kini sudah gelap namun tampak terang karena lampu ibu kota telah menyala. Saya berjalan menapaki trotoar jalan raya yang mulai tak rapih, saya berjalan dengan rasa gundah dan miris melihat seorang anak kecil sedang tertidur hanya dengan berselimutkan sarung kusam namun tak jauh darinya ada seorang anak kecil yang sedang tertidur pulas di dalam sebuah mobil mewah dengan berselimutkan kain tebal. “Ah memang nasib itu tidak adil” mungkin yang tergambarkan dalam benak bocah bersarung kusam. Itu fenomena malam yang kerap dijumpai. Akan tetapi berbeda di siang hari, ketika matahari sedang teriknya, banyak anak kecil yang mengemis, mengamen atau berjualan sesuatu di lampu merah jalan ibu kota dengan ditemani sengatan sinar matahari yang membakar kulit, disisi lain ibu kota terdapat fenomena yang berbalik 180 derajat, dimana anak kecil sedang asik bermain dengan mainan hadiah dari orang tua yang harganya sampai jutaan rupiah.
Yaa itulah fenomena miris dan mengherankan, kenapa hal tersebut dapat terjadi di negeri yang katanya pertumbuhan ekonominya stabil, di negeri yang katanya sumber daya alamnya melimpah, di negeri yang katanya jika gali sumur yang keluar dalah minyak bumi, di negeri yang katanya banyak gunung-gunung emas, di negeri yang katanya jamrud khatulistiwa. Sungguh ironi ketika masih banyak rakyat Indonesia bingung esok akan makan apa, namun pemimpinnya malah asik foya-foya. Sebenarnya apa yang sedang terjadi di negeri ini? Sebenarnya negeri ini sedang dilanda syndrome apa? Begeri ini sedang ditimpa musibah apa? Sehingga fenomena-fenomena seperti itulah yang kita jumpai.
Tampaknya baik level terbawah dan teratas elemen masyarakat negeri ini sudah tak lagi mempunyai landasan hidup yang kuat dan mengakar. Pada level atas elemen masyarakat kita sudah tak lagi memiliki integritas yang baik, diperparah dengan tak ada kegigihan hidup di level bawah elemen masyarakat Indonesia. Kita lihat fakta yang berbicara bukan hanya sekedar argument retorika tanpa landasan data yang ada. Pemimpin sudah tak lagi memikirkan kelangsungan hidup rakyat jelata, mereka sibuk memperkaya diri tanpa melihat ke kanan, kiri, dan kebawah, bahwasannya masih banyak pribadi yang sakit jiwa karena tekanan hidup yang begitu berat. Begitu pula dengan rakyat jelata yang semakin banyak memilih jalan singkat dengan pergi ke dukun, menjajakan harga diri, mengemis belas kasihan orang lain. Ternyata permasalahan negeri ini sudah kompleks. Apakah solusi untuk itu semua? Adakah jaminan Indonesia dapat kembali menjadi macan Asia?
Kesemrawutan sistem hampir terjadi di semua lini, kehancuran generasi bukanlah pemandangan yang taka sing dihapir semua negeri. Kerusakan budaya bukan lagi hal yang membuat semua orang peduli. Kenapa semua ini bisa terjadi? Dan salah siapakah semua itu?. Nampaknya pertanyaan-pertanyaan diatas layak kita renungkan. Bukankah awal dari semua yang diciptakan ini baik. Dan sadarkah bahwa semua hal yang diciptakan seharusnya bisa kita jaga dengan amanah dan penuh tanggung jawab. Ada apa dengan manusia kontemporer yang sejatinya semakin lama semakin berpikir atau mungkinkah manusia sudah menjadi budak syahwat. Tak perlu dijawabpun pasti semua orang tahu jawabannya.
Sekarang mari kita ambil cacatan sejarah masa lalu untuk sekedar mengingatkan tentang arti sebuah kejayaan dan kemakmuran. Dan teropong lebih dalam tentang bagaimana orang-orang masa lalu mengatur sistem kehidupannya sehingga menjadi contoh peradaban yang merajai pada masa itu. Dan jika kita putar balik waktu, islam lah yang menjadi raja dari semua dinasti sebelum kekhilafahan turki utsmani dirobohkan oleh para sekuler biadab. Lihatlah dan renungilah masa-masa itu. Apakah ada sebuah celah kebobrokan ketika islam memimpin dunia?. Apakah penjajahan dan pembantaian terjadi disebagian negeri?. Jawabannya adalah tidak. Berarti dengan bukti-bukti akurat tadi, islamlah solusi yang paling tepat untuk memperbaiki kehancuran sistem yang terjadi di dunia ini.
Sungguh luar biasa, bagaimana jika islam kita gunakan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan ke-indonesiaan. Dunia saja yang begitu luas bisa beres ketika islam berjaya. Apalagi Indonesia yang memiliki territorial sempit disbanding dunia yang besar ini, sungguh ironi negara yang di-cap sebagai negara yang mayoritas islam terbesar, ternyata menurut penelitian dalam pengamalan ke-islamannya menduduki posisi ke-140 dan kita kalah dengan New Zealand yang menduduki posisi pertama di dunia dalam pengamalan ke-islamannya. Padahal kita tahu New Zealand bukanlah negara mayoritas beragama muslim atau kebanyakan penduduknya beragama non-muslim.
Jadi mari kita mengevaluasi penerapan lima kata tersebut (islam-red) dalam kehidupan sehari-hari. jika memang belum atau jauh dari kata sempurna, maka sudah sepatutnya kita berlomba-lomba menegakkan ad-dienul Islam dalam hati, jiwa dan raga ini. Maka pemimpin adil bukan hanya menjadi dongeng pengantar tidur belaka dan rakyat gigih menjalani hidup tidak hanya menjadi angan-angan yang terus mengawang di benak kita.
Rabu, 07 Desember 2011
Bismillahirrahmanirrahiim... oleh Muhammad Hadiyan Abshar (Wakil Ketua DKM FISIP Unpad//Kesejahteraan Sosial 2009)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar