Pages

Ads 468x60px

Senin, 19 Desember 2011

prasyarat bakal calon untuk pendaftaran calon ketua DKM FISIP UNPAD 2012

Bismillah... hasil rapat ad hoc kali ini yaitu penetapan prasyarat calon ketua dkm FISIP UNPAD yang telah disepakati dan disahkan oleh DKM Umum yaitu sbb:

1. Telah mengikuti alur kaderisasi DKM FISIP UNPAD dengan mengikuti minimal salah satu jalur kaderisasi sebagai berikut:
- Orange Juice
- Kepanitiaan Program Kerja DKM FISIP
Dengan melampirkan tanda bukti berupa surat keterangan tertulis dari Kepala Departemen/Pejabat Atasan terkait.
2. Mengikuti Program Pembinaan Mentoring Lanjutan DKM FISIP UNPAD dengan tanda bukti surat keterangan tertulis dari pementor/murabbi ybs.
3. Mengisi dan mengumpulkan formulir pendaftaran kepada panitia Musyang DKM FISIP 2011.
4. Mengikuti proses seleksi sesuai dengan prosesur yang telah ditetapkan (meliputi penumpulan dokumen administrasi, serta mengikuti sesi Interview sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan).
5. Mampu Membaca Al Qur’an dengan lancar beserta tajwidnya.
6. Mampu menjadi imam Shalat.
7. Memiliki wawasan umum keIslaman.
8. Berperilaku Islami
9. Memiliki wawasan seputar DKM FISIP UNPAD
10. Memiliki riwayat pengalaman dan kecakapan dalam berorganisasi
11. Memiliki nilai IPK tidak kurang dari 3,25 (dengan menyertakan transkrip nilai kumulatif semester terakhir)

Keterarangan:
- Verifikasi, uji kelayakan dan kepatutan berdasarkan kriteria diatas akan dilaksanakan saat sesi Interview.
- Dokumen kelengkapan dikumpulkan pada saat sesi Interview dalam satu map berwarna hijau.
- Hasil seleksi secara keseluruhan akan diumumkan satu hari sebelum pelaksanaan Musyang. Atau selambatnya pada hari pertama penyelenggaraan Musyang.
- Kandidat yang lolos menjadi calon ketua DKM FISIP berhak diajukan sebagai ketua DKM FISIP yang dipilih, diputuskan dan ditetapkan melalui mekanisme Musyawarah Anggota (Musyang 2011)

JADWAL OPEN RECRUITMEN

Pengambilan dan Pengembalian formulir : 19 Desember 2011 – 21 Desember 2011
Screening : 21 Desember 2011
Pengumuman : 24 Desember 2011

*Pendaftaran Bakal Calon terlebih dahulu dilakukan dengan memberitahukan Via SMS/Telepon (ke Panitia Musyang) untuk meminta formulir.
CP: (Teten) 085316670317 / (Hikmah) 085286271881

formulir pendaftaran dapat diunduh disini

atau disini: http://www.4shared.com/document/fgWeS38R/formulir_pendaftaran_ketua_DKM.html?

demikian, semoga bermanfaat.. waktu persiapan hanya kurang lebih 1 hari. semoga dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. dan semoga hari esok dapat lebih baik dari hari ini..

prasyarat bakal calon untuk pendaftaran calon ketua DKM FISIP UNPAD 2012

Bismillah... hasil rapat ad hoc kali ini yaitu penetapan prasyarat calon ketua dkm FISIP UNPAD yang telah disepakati dan disahkan oleh DKM Umum yaitu sbb:

1. Telah mengikuti alur kaderisasi DKM FISIP UNPAD dengan mengikuti minimal salah satu jalur kaderisasi sebagai berikut:
- Orange Juice
- Kepanitiaan Program Kerja DKM FISIP
Dengan melampirkan tanda bukti berupa surat keterangan tertulis dari Kepala Departemen/Pejabat Atasan terkait.
2. Mengikuti Program Pembinaan Mentoring Lanjutan DKM FISIP UNPAD dengan tanda bukti surat keterangan tertulis dari pementor/murabbi ybs.
3. Mengisi dan mengumpulkan formulir pendaftaran kepada panitia Musyang DKM FISIP 2011.
4. Mengikuti proses seleksi sesuai dengan prosesur yang telah ditetapkan (meliputi penumpulan dokumen administrasi, serta mengikuti sesi Interview sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan).
5. Mampu Membaca Al Qur’an dengan lancar beserta tajwidnya.
6. Mampu menjadi imam Shalat.
7. Memiliki wawasan umum keIslaman.
8. Berperilaku Islami
9. Memiliki wawasan seputar DKM FISIP UNPAD
10. Memiliki riwayat pengalaman dan kecakapan dalam berorganisasi
11. Memiliki nilai IPK tidak kurang dari 3,25 (dengan menyertakan transkrip nilai kumulatif semester terakhir)

Keterarangan:
- Verifikasi, uji kelayakan dan kepatutan berdasarkan kriteria diatas akan dilaksanakan saat sesi Interview.
- Dokumen kelengkapan dikumpulkan pada saat sesi Interview dalam satu map berwarna hijau.
- Hasil seleksi secara keseluruhan akan diumumkan satu hari sebelum pelaksanaan Musyang. Atau selambatnya pada hari pertama penyelenggaraan Musyang.
- Kandidat yang lolos menjadi calon ketua DKM FISIP berhak diajukan sebagai ketua DKM FISIP yang dipilih, diputuskan dan ditetapkan melalui mekanisme Musyawarah Anggota (Musyang 2011)

JADWAL OPEN RECRUITMEN

Pengambilan dan Pengembalian formulir : 19 Desember 2011 – 21 Desember 2011
Screening : 21 Desember 2011
Pengumuman : 24 Desember 2011

*Pendaftaran Bakal Calon terlebih dahulu dilakukan dengan memberitahukan Via SMS/Telepon (ke Panitia Musyang) untuk meminta formulir.
CP: (Teten) 085316670317 / (Hikmah) 085286271881

formulir pendaftaran dapat diunduh disini

demikian, semoga bermanfaat.. waktu persiapan hanya kurang lebih 1 hari. semoga dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. dan semoga hari esok dapat lebih baik dari hari ini..

Kamis, 08 Desember 2011

Kaderisasi yang Mantap, Bukti Cinta Kita Pada Allah oleh Ema Analistia Rosiana (Departemen Kaderisasi//Ilmu Administrasi Negara 2008)

Di akhir masa kepengurusan sebuah organisasi, wacana yang sering timbul ke permukaan adalah ‘siapakah yang akan menggantikan posisi si fulan?’, ‘pantaskah fulan A menggantikan fulan B?’. Wacana tersebut sungguh meresahkan pengurus organisasi yang akan turun, kekhawatiran tidak adanya generasi penerus menghantui benak mereka. Bila ditanya ‘siapa yang bertanggung jawab akan kekosongan amanah yang ada?’, spontan semua mengarah pada satu bidang, yaitu “kaderisasi”. Ya, pada dasarnya memang bidang kaderisasi inilah yang memiliki tanggung jawab besar akan penyiapan kader-kader pengurus selanjutnya. Namun tidak menafikkan bahwa sebenarnya ini adalah tanggung jawab bersama.

Jika kita coba merenungi gambaran kasus di atas, di akhir masa hidup kita akan timbul pertanyaan ‘generasi seperti apakah yang akan menggantikan kita kelak untuk mengurusi bumi ini?’ apakah generasi yang baik yang menjaga sesama dan lingkungan sekitar atau sebaliknya?. Dapat dipastikan pribadi generasi selanjutnya dipengaruhi oleh generasi saat ini. Dan disinilah peran penting kaderisasi.

Kaderisasi adalah proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Kader merupakan orang yang diharapkan akan memegang peranan penting di dalam pemerintahan, partai, ormas, dan sebagainya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI)
Kaderisasi menurut islam diartikan sebagai usaha mempersiapkan calon-calon pemimpin hari esok yang tangguh dalam mempertahankan dan mengembangkan identitas khairu ummah, umat terbaik. Ini sesuai dengan seruan Allah dalam Al-Qur’an.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran : 110)

Dari kedua pengertian di atas, terlihat bahwa kaderisasi menurut Islam tidak terbatas pada dimensi organisasi tetapi lebih luas dari itu semua. Bahkan kaderisasi dalam Islam menjadi tugas yang mulia untuk membentuk pribadi yang Rabbani dengan karakteristik umat terbaik. Kaderisasi dalam islam dibingkai dalam aktivitas dakwah dan tarbiyah. Dakwah adalah aktivitas menyeru kepada kebaikan, orang yang telah terpanggil untuk berbuat kebaikan kemudian diarahkan untuk proses pendidikan (tarbiyah).

Islam begitu memperhatikan dan mementingkan proses kaderisasi umat ini. Pendidikan orang tua kepada anaknya merupakan salah satu bentuk kecil kaderisasi. Bagaimana orang tua membentuk anaknya menjadi pribadi yang baik, soleh dan siap memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

Mengkader umat menjadi hal yang penting dan utama di tengah situasi umat saat ini -umat yang terlihat disorientasi, jauh dari agama, hedonis, dan suka membuat kerusakan. Jika hal ini dibiarkan dan tidak ada generasi yang meluruskan serta mampu mengkadernya dengan baik, dapat dibayangkan 10 tahun kemudian bumi ini berisi orang-orang yang jauh dari karakter pribadi yang soleh, kekacauan dan kerusakan akan menjadi santapan utama tiap harinya. Dan pada dasarnya kitalah yang bertanggungjawab atas ini semua, dengan predikat da’i yang melekat pada kita,
Subjek yang melakukan proses kaderisasi (seorang da’i) harus telah melalui proses kaderisasi yang baik sebelumnya dan telah dinilai mampu dalam membentuk seseorang sesuai dengan tujuan awal pengkaderan. Karena tidak dapat dipungkiri kunci sukses sebuah kaderisasi berada pada subjek pengkader (red. Da’i). Pengkaderan atau aktivitas dakwah ini kita akui bukanlah tugas yang mudah. Ketidakmudahan ini yang sering kali membuat orang enggan melakukan pengkaderan. Namun bukan berarti boleh dihindari juga, karena dakwah disamping menantang sekaligus merupakan tugas yang mulia. Dengan demikian amanah ini mesti dilaksanakan dengan kerja keras, sungguh-sungguh dan perencanaan yang matang.

Pengkaderan atau pembentukan umat yang baik, telah dicontohkan oleh tauladan kita, kekasih Allah, Rasulullah saw. Bagaimana di tangan beliau lahirlah sosok Abu Bakar As Sidiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan lain-lain. Sahabat-sahabat tersebut memperlihatkan kebersihan aqidahnya, kelurusan ibadahnya, dan kecemerlangan akhlaknya. Bukti dari itu semua adalah suksesnya mereka dalam menjadi khalifah. Meskipun banyak tantangan yang menghampiri, namun dengan izin Allah semuanya dapat diatasi.

Pengkaderan pun butuh kesabaran, karena tak mudah membentuk orang yang memiliki rasa egois dan harga diri tinggi. Hal ini terbukti ketika masa awal Rasulullah mengkader, orang yang mengikuti Rasulullah hanya 13 orang. Namun Rasulullah tetap bersabar secara proaktif membersihkan mereka dengan masa lalu, baik menyangkut pemikiran ataupun tindakan, dan mencuci otak mereka dari karat-karat yang menempel padanya berupa berbagai hal yang islami. Meluruskan aqidah mereka, meluruskan perilaku dan akhlak mereka, mengarahkan keinginan dan kecenderungan mereka, menentukan dan menjelaskan arah sasaran dan tujuan mereka. Sehingga dari ke13 orang ini mampu mengkader massa menjadi bertambah banyak dan karenanya kita saat ini mampu menikmati indahnya Islam dalam diri kita.

Tak perlu ragu dalam melakukan kaderisasi, terutama mengkader umat untuk meraih keridloan Allah SWT dan syurgaNya. Karena hal ini telah jelas merupakan sunah Rasulullah, dan barang siapa yang mengikuti sunah RasulNya, itu adalah bukti cintanya kepada Allah dan akan mendatangkan kecintaan Allah.

“katakanlah: ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian. ‘Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’” (QS. Ali ‘Imran: 31).

Dan tiada yang lebih istimewa selain kecintaan Allah kepada kita. Tanda cinta Allah digambarkan pada beberapa hadits di bawah ini,
“Sesungguhnya Allah berfirman: ‘Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku memproklamirkan perang terhadapnya. Tidaklah hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan yang lebih Aku sukai daripada dengan mengerjakan ibadah yang telah Aku fardhukan atasnya. HambaKu yang senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan ibadah sunnah, niscaya Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, aku akan menjadi pendengarannya yang dengannya dia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya dia melihat, menjadi tangannya yang dengannya dia berbuat, dan menjadi kakinya yang dengannya dia berjalan. Jika dia meminta kepadaKu, niscaya Aku akan memberinya, dan jika dia memohon perlindungan kepadaKu, niscaya Aku melindungiNya” (HR. Bukhari)

“Jika Allah mencintai seorang hamba-Nya, Dia memberitahukan kepada Jibril: ‘Sesunguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah dia.’ Jibril pun mencintai Fulan tersebut dan selanjutnya dia berseru di kalangan penduduk langit: ‘Sesungguhnya Allah telah mencintai si Fulan, maka cintailah dia.’ Semua penduduk langit pun mencintai Fulan tersebut. Selanjutnya, semua penduduk bumi juga dijadikan mencintai Fulan tersebut.” (HR. Bukhari-Muslim)

Subhanallah sungguh Allah tidak pernah menyalahi janji Nya. Mari kita mulai memantaskan diri untuk menjalani sunah Rasul ini dan bertanggung jawab akan predikat da’I pada diri kita. Jadilah bagian dari orang-orang yang membentuk generasi penerus, melalui peran pementor, murabbi, orang tua, kakak, dan sebagainya. Cukuplah Allah yang menjadi saksi atas kerja-kerja kita.
Wallahu ‘alam. Semoga bermanfaat.

SUMBER BACAAN

pradipta-suarsyaf-mahasiswa-fmipa-itb-kembali-ke-sistem-kaderisasi-rasulullah.htm
Elfaakir 23: kaderisasi Islam (blog)
Yakan, Fathi. ISTI’AB (Meningkatkan Kapasitas Rekruimen Dakwah). 2010. Jakarta: Robbani Press.
Ringkasan Riyadhush Shalihin

Rabu, 07 Desember 2011

Kasih Orang Tua Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepanjang Galah oleh Rosi Marsita (Departemen Komunikasi dan Informasi//Kesejahteraan Sosial 2010)

Lanjut usia (lansia) adalah suatu gejala yang mendapatkan persepsi dengan berbagai nuansa dalam sesuatu masyarakat. Pada awalnya lansia bukanlah masalah, namun karena jumlahnya terus meningkat, akhirnya lansia juga harus mendapat perhatian yang serius. Termasuk di Indonesia, dimana jumlah lansia akan menjadi yang terbesar di dunia. Untuk itu perlu berbagai antisipasi ke depan, sehingga lansia dapat tetap dihormati, dihargai, dan diperlakukan sebagai mana mestinya. Salah satu solusi adalah bagaimana masyarakat Indonesia tetap mempertahankan nilai-nilai luhur budaya bangsa dalam menghormati dan memperhatikan lansia tersebut dengan cara mengembangkan pemahaman “saling kebergantungan” dalam keluarga “tiga dimensi” yaitu ada kakek/nenek, ayah/ibu dan anak. Dalam Harian Analisia mengatakan bahwa:

“Solo, (Analisa). Menteri Sosial (Mensos) Dr H Salim Segaf Al-Jufri MA mengatakan, sampai saat ini masih ada sebanyak 6,2 juta anak dan lansia terlantar yang belum bisa ditangani oleh Pemerintah, dan untuk mengatasi masalah sosial tersebut perlu kerja sama semua masyarakat secara gotong royong. "Sebanyak 6,2 juta anak dan lanjut usia (lansia) terlantar itu terdiri dari 4,5 juta anak-anak terlantar, dan 1,7 juta lansia terlantar yang tersebar di berbagai daerah di tanah air ini," kata Mensos Salim Segaf Al-Jufri ketika berkunjung ke Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Solo, Jumat.”

Banyak lansia terlantar dan mereka tidak bisa merasakan apa yang harus dirasakan kebanyakan para lansia misalnya dalam usia yang sudah renta, mereka dihargai, dihormati, disegani, karena pengalaman hidupnya. Tapi sekarang, Kebanyakan dari keluarga di Indonesia mengirimkan para orang tua mereka ke panti-panti jumbo, salah satu penyebabnya karena keadaan zaman yang semakin modern. Dengan salah satu cirinya adalah tingginya pendidikan para istri yang membuat para istri itu bekerja di luar rumah sehingga kewalahan bahkan tidak sempat mengurus orang tua mereka yang sudah udzur, sehingga pelayanan dalam masyarakat berupa panti jombopun menjadi alternatif lain untuk mengatasi masalah keberadaan orang tua mereka di rumah.

Mungkin keberadaan panti jumbo akan membantu jika para lansia ini adalah mereka yang tidak memiliki keluarga atau kerabat, tetapi bagaimana bagi mereka yang masih memiliki anak cucu atau saudara?. Padahal kita tahu bahwa keadaan dipanti tidaklah sebaik keadaan di rumah sendiri. Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan baru, diasuh oleh bukan siapa-siapa mereka, dan semakin merasa kesepian karena dipanti jumbo itu mereka bertemu sesamanya yang sama-sama senasib sehingga tidak ada panutan untuk merasa lebih baik. Padahal karena kebanyakan dari orang tua adalah mereka merasa kesepian karena merasa diri tidak produktif lagi, tidak berguna lagi dan bahkan merasa menyesal karena sudah menjadi tua, seharusnya kita sebagi anak atau kerabatnya dapat mengurangi rasa kesepiannya itu dan menemaninya di masa tuanya atau sebagai ajang amal ibadah kita untuk berbakti kepada mereka karena sudah mengurus kita sewaktu kecil.

Sedangkan dalam islam sudah jelas bahwa kita dianjurkan untuk berbakti kepada kedua orang tua apabila mereka sudah udzur, sebagaimana dalam Q.S Al Israa’, 17:23 yang artinya:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.

Dalam islam, jangankan untuk berbuat tidak menyenagkan kepada orang tua kita, bahkan berbicarapun harus dijaga dan bicara “ah” saja dilarang dalam al-qur’an. Lalu bagaimana perbuatan kita memasukan para orang tua kita yang sidah udzur ke panti jombo? Akankah membuat hati beliau tersakiti apalagi sampai beliau merasa dibuang dan keberadaannya tidak diinginkan?.

Allah SWT melanjutkan ayat ini dengan mengingatkan kita bahwa orang tua harus mendapat perlakuan baik mengingat mereka telah memelihara, mendidik, dan mengajarkan kita berbagai hal dengan sebaik-baiknya, dengan penuh kasih-sayang, dan melakukan berbagai pengorbanan demi anak-anaknya.

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Q.S Al Israa’, 17:24)

Kasih ibu sepanjang jalan kasih anak sepanjang galah, mungkin peribasaha ini memang tepat menggambarkan kondisi zaman sekarang dimana seorang anak kebanyakan memasukkan orang tua mereka ke panti jumbo. Sadarkah kita saat kita masih kecil, begitu banyak tingkah-tingkah kita yang mungkin membuat orang tua kita jengkel bahkan kesal tetapi apa yang mereka lakukan?, Mereka tetap memberi segala kebutuhan kita, mengasuh kita dan menjadikan kita seperti ini, lalu apa yang bias kita berikan??

Dalam (Q.S Luqman, 31:14) Alllah berfirman:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

Tiada alasan lain untuk kita tidak berbuat baik kepada orang tua kita. Bahkan semua kebaikan kita tidak bisa membalas jasa-jasa orang tua kita......

Wallohua’lam

Islam sebagai Solusi Permasalahan Indonesia : Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai Pedoman dalam Tata Kelola di Pemerintahan oleh Muhammad Irfan Ilmy (Departemen Ilmy//Ilmu Pemerintahan 2010)

Sungguh miris memang ketika kita melihat realitas yang ada di Indonesia pada saat ini. Negeri yang katanya zamrud khatulistiwa ini nyatanya tidak lagi dapat memberikan kekayaan alamnya untuk kesejahteraan dari sebagian besar rakyatnya.

Bukan kah dari Sabang sampai Merauke begitu banyaknya keanekaragaman hayati, baik itu flora maupun fauna yang dimilki negeri ini. Amat besar potensi yang telah dimiliki oleh negeri yang katanya zamrud khatulistiwa ini. Begitu banyaknya potensi gas alam di Aceh, luasnya hutan tropis di Kalimantan yang merupakan paru-paru dunia, banyaknya Timah di Bangka Belitung, dan masi banyak tertimbun Emas,perak, dan kekayaan alam lainnya di Bumi Pertiwi bagian Timur, yakni Papua. Selain itu sebenarnya masih banyak lagi kekayaan alam yang belum tereksplorasi dan masi terdapat di negeri ini. Namun pada realitas yang terjadi sekarang ini amat disayangkan ternyata masih ada sekitar 100 juta rakyat kita yang masih hidup berada pada garis kemiskinan dan masih banyak lagi yang berada di bawahnya (Okezone,18/8/2009). Bagaimana mungkin di negeri yang sekaya Indonesia ini, masih saja ada orang-orang yang mati kelaparan dan kekurangan gizi hanya karena tidak memeiliki uang utuk membeli sesuap nasi.

Bukanlah salah negeri ini yang tidak bisa membuat rakyatnya menjadi sejahtera, bukanlah salah negeri ini yang membuat terjadinya bencana alam dimana-mana. Tapi yang salah adalah manusianya itu sendiri yang telah lalai dalam mengelola negeri ini. Bahkan dalam Al-Quran pun Allah SWT telah menegur kita dengan firman-Nya yang berbunyi “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut oleh karena tangan-tangan manusia itu sendiri”. Dari potongan ayat tersebut, maka sudah sepatutnya kita mentadaburi isi makna dari ayat tersebut. Dan sudah seharusnya kini, kita beraksi untuk menjaga kelestarian bumi yang tengah kita pijak ini untuk keberlangsungan hidup anak dan cucu kita. Setelah sekian banyak bencana yang menerpa negeri kita ini, mulai dari Tsunami di Aceh, banjir bandang di Wasior, Gunung meletus di Magelang, dan masih banyak lagi bencana yang dating silih berganti menguji kesabaran dari Sang Ibu Pertiwi ini. Dari sekian banyak bencana tersebut yang silih berganti kini diperparah lagi oleh para pemimpin dari negeri ini yang akhlaqnya kian hari kian merosot menuju titik membatunya qalbu untuk menerima segala kebenaran dari-Nya.

Masih hangat diingatan kita tingkah laku dari salah seorang anggota dewan yang terhormat yang notabene nya berasal dari partai yang berasaskan Islam, namun tidak mencerminkan Islam dalam prilakunya tersebut di saat sidang. Bagaimana mungkin ketika rekan-rekan sejawatnya yang sedang memperjuangkan aspirasi dari rakyat dalam sidang, akan tetapi sang anggota dewan yang dimaksud tersebut malah dengan asiknya bermain dengan Gadget barunya di ruang sidang ketika sidang masi berlangsung, namun yang lebih parahnya lagi sang anggota dewan tersebut malah menonton film porno. Sungguh naudzubillah, semoga anggota dewan tersebut segera taubat dan memperbaiki ke khilafannya itu.

Disisi lain, meskipun negeri ini memiliki banyak potensi alam yang sangat potensial untuk menambah pundi-pundi kas negara dan dapat mensejahterakan rakyat. Namun amat disayangkan, pengelolaan kekayaan alam tersebut secara tidak bijaksana diberikan oleh para pemimpin negeri ini kepada pihak Asing. Sehingga rakyatnya sendiri tidak dapat menikmati kekayaan alam tersebut di negeri yang katanya zamrud khatulistiwa ini.

Dari sekian banyak masalah dan cobaan yang datang silih berganti tersebut, hanya ada satu solusi yang dapat mewakili semua solusi yang ada dalam menyelamatakan Indonesia yang kondisinya dapat dianalogikan layaknya telur di ujung tanduk seperti yang tengah terjadi sekarang ini. Sudah saatnya syariah Islam ditegakan dalam tata kelola pemerintah yang ada di Indonesia ini dengan merujuk pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Terlepas dari bentuk dari system pemerintahan yang seperti apa, entah itu khalifah, entah itu berdasarkan konsep negara kota, atau berdasarkan sistem apapun. Yang jelas aturan-aturan dan hukum Islam haruslah ditegakan di bumi Indonesia ini karena jangan sampai kita mengambil sumber hukum lain dan mengabaikan hukum Islam yang nyatanya dapat mensejahterakan umat.

Namun nyatanya syariah Islam itu sendiri pada masa kekiniaan di tolak oleh umat Islam itu sendiri dengan dalih majemuknya masyarakat yang ada di Indonesia. Sedangkan sepengetahuan saya sendiri jikalau syariah Islam itu diterapkan di Indonesia, maka tidaklah diharuskan seseorang yang non-islam untuk masuk ke agama islam. Karena dalam islam itu sendiri tidak ada paksaan dalam memeluknya, namun memang harus dipaksa dalam hal pelaksanaan ketika kita menerima kebenarannya. Hal itu dengan tujuan amar ma’ruf nahi mungkar terhadap sesama umat Islam. Perlu diperjelas kembali jikalau negeri Indonesia ini menerapkan dan yang lebih penting mempraktikan syariah Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya, maka tidak akan ada lagi kekayaan alam yang dimiliki oleh pihak asing, karena dalam Islam semua hajat hidup orang banyak wajib dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Sehingga rakyat di negeri ini pun menjadi sejahtera. Bahkan Allah pun telah menjanjikan dengan firman-Nya dalam surat Al-A’raaf (7):96 yang berbunyi
“Jikalau penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami azab mereka disebabkan perbuatannya sendiri.”

Sudahlah jelas dari sekian banyak problematika yang kini melanda Indonesia, maka sudah saatnya para penghuni di negeri Indonesia ini menerapkan Al-Quran dan Al-Hadits sebagai pedoman hidupnya dan mempraktikan dalam kehidupan di kesehariannya. Agar negeri Indonesia ini menjadi negeri yang diberkahi oleh Allah. Sehingga rakyatnya hidup sejahtera dan diridhoi oleh-Nya. Aaamiin...

Mari Kita Kaya oleh Ibnu Nashr ALfarabi (Departemen Ekonomi//Ilmu Administrasi Negara 2011)

Membicarakan masalah yang terjadi di Indonesia seperti berlayar di samudera yang luas dengan cara mendayung di sebuah perahu sampan yang kecil. Tidak pernah sampai pada pesisir dan juga sangat melelahkan. Masalah di Indonesia jika dilihat dari kacamata budaya organisasi dalam pemahaman asumsi dasar, terjadi karena belum menyatunya konsep ideologi dengan budaya di kehidupan sehari-hari. Konsep pancasila masih sebatas nilai namun belum menyatu dalam asumsi dasar yang membudaya sehingga kehadirannya barulah sampai pada titik penyampaian bukan kesadaran. Dengan kalimat lain, pancasila bukanlah hasil budaya asli bangsa Indonesia, melainkan hanya value yang dibawa oleh para Founding Fathers.

Berbeda dengan pancasila, konsep Islam dengan tegas membawa perubahan mulai dari konsep asumsi hingga ke pola hidup keseharian. Syahadat merupakan asumsi dasarnya dan syari’at adalah pola hidup kesehariannya. Keduanya berorientasikan ketaatan kepada Allah SWT. Islam dengan segala kesempurnaan menampilkan benteng kesejahteraan bagi seluruh umat manusia (Rahmatan Lil’alamin). Islam yang begitu sempurna,bisa kita lihat ketika hendak melakukan sesuatu, ada doa yang mesti kita panjatkan kepadaNya sebagai sebuah bentuk ketaatan dalam kehidupan sehari-hari. Saat mau makan kita berdoa, mau berpakaian kita juga berdoa bahkan mau tidurpun kita diharuskan untuk berdoa dan inilah yang tidak ada di agama lain sekaligus meyakinkan, bahwa Islam adalah Agama multidimensi yang mencakup seluruh bidang. Kesempurnaan Islam juga terlihat ketika Islam mampu mengatur berbagai bidang kehidupan lainnya seperti di bidang sosial, politik, hukum, dan ekonomi. semua itu diatur tanpa terkecuali.

Di zaman Abu Bakar r.a , Khalifah Islam yang pertama setelah wafatnya Rasulullah SAW, Beliau pernah mengatakan “Apabila pasar dikuasai masjid, maka pasar akan makmur. Namun jika masjid dikuasai pasar maka pasar akan bangkrut”. Dari kalimat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa masjid haruslah menguasai pasar. Artinya hanya dengan ekonomi Islamlah pasar akan makmur. Namun sebaliknya jika pasar yang menguasai masjid maka pasar akan menjadi mati, dan hal ini benar-benar terjadi sekarang, dimana ekonomi dunia seluruhnya dikuasai oleh pasar/sistem merkantilisme.

Yang menyedihkan, umat Islam saat ini ternyata tidak menguasai keduanya baik masjid maupun pasar. Di masjid kita kalah (karena sedikitnya yang datang untuk memakmurkan masjid), dan di pasar kita kacau balau (terbukti bahwa sebagian besar orang Islam adalah orang miskin). Padahal Rasulullah mengajarkan kita untuk menguasai keduanya. Dulu saat ekonomi di mekah dikuasai oleh kaum yahudi dengan ekonomi riba’nya, Rasulullah mengutus dua sahabat dekat sekaligus saudagar kaya pada zaman itu yaitu Usman bin Affan dan Abdurrahman bi Auf untuk menguasai pasar dan menghapuskan sistem riba’. Keduanya berhasil menjalankan tugas tersebut dengan baik. Hal ini mengisyaratkan kepada kita untuk menguasai sistem pasar dan kewajiban untuk menjadi orang kaya. Karena mustahil tanpa kekayaan, kedua sahabat Rasulullah tadi bisa menguasai ekonomi mekah dan menggantikannya dengan ekonomi Islam.
Umat Islam saat ini terjebak pada pemikiran bahwa kita tidak perlu kaya, yang penting bertaqwa kepada Allah. Pemikiran tersebut jelas salah. karena dengan kekayaanlah kita bisa dekat dengan Allah, soalnya miskin itu dekat dengan kekufuran. Dengan kaya juga kita sukses dalam berdakwah, seperti yang dicontohkan oleh kedua sahabat Rosul tadi. Orang kaya cenderung akan lebih didengar perkataannya. Orang kaya juga lebih dicontoh oleh masyarakat sehingga dakwah yang disampaikan akan lebih mengena di hati orang banyak.

Orang yang malas untuk kaya selalu bilang bahwa Rasulullah itu orang miskin, bukan orang kaya. Apakah memang benar begitu? Ternyata tidak. Rasulullah itu orang kaya, hanya saja Beliau menghabiskan seluruh kekayaannya di jalan Allah. Di usia mudanya Ia sudah menjadi enterpreneur yang sukses. Beliau berdagang hingga ke yastrib dan memperoleh keuntungan yang besar dari hasil berdagangnya. Khadijah ra terpikat kepada Rasulullah karena selain jujur, Beliau juga hebat dalam mengembangkan usaha bisnisnya. Mahar yang diberikan Rasulullah ketika menikahi Khadijah adalah 200 unta merah yang kalau di kurskan sekarang bisa sekitar 2 Milyar rupiah. Kalau saat ini ada seorang pria yang membayar mahar pernikahan wanita dengan uang sebesar itu tidak bisa dibayangkan betapa sulitnya wanita tersebut untuk tidak merasa bahagia. Hanya dengan kekayaanlah kita bisa bangkit dari keterpurukan. Konon katanya ekonomi sebuah negara akan bangkit ketika jumlah Enterpreneurnya sudah mencapai 2% dari jumlah penduduk seluruhnya. Tapi sayang, saat ini di Indonesia enterpreneurnya masih dibawah kisaran 1%.

Maka yang perlu kita lakukan sekarang hanyalah 2 hal. Pertama kita memakmurkan masjid dan yang kedua kita menguasai pasar, dengan jalan menjadi seorang Enterpreneur (pedagang). Insya Allah dengan 2 hal tersebut minimal bisa menjadi sebuah solusi atas permasalahan umat Islam saat ini dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Nah pertanyaannya sekarang, sudah siapkah kita untuk jatuh kaya?

Bismillahirrahmanirrahiim... oleh Muhammad Hadiyan Abshar (Wakil Ketua DKM FISIP Unpad//Kesejahteraan Sosial 2009)

Bismillahirrahmanirrahiim...

Lampu-lampu mulai menyala mengiringi kepergian sang mentari yang mulai tenggelam di sisi barat gedung-gedung pencakar langit. Ya daerah khusus ibukota Jakarta kini sudah berganti langit yang tadinya lembayung oranye kini sudah gelap namun tampak terang karena lampu ibu kota telah menyala. Saya berjalan menapaki trotoar jalan raya yang mulai tak rapih, saya berjalan dengan rasa gundah dan miris melihat seorang anak kecil sedang tertidur hanya dengan berselimutkan sarung kusam namun tak jauh darinya ada seorang anak kecil yang sedang tertidur pulas di dalam sebuah mobil mewah dengan berselimutkan kain tebal. “Ah memang nasib itu tidak adil” mungkin yang tergambarkan dalam benak bocah bersarung kusam. Itu fenomena malam yang kerap dijumpai. Akan tetapi berbeda di siang hari, ketika matahari sedang teriknya, banyak anak kecil yang mengemis, mengamen atau berjualan sesuatu di lampu merah jalan ibu kota dengan ditemani sengatan sinar matahari yang membakar kulit, disisi lain ibu kota terdapat fenomena yang berbalik 180 derajat, dimana anak kecil sedang asik bermain dengan mainan hadiah dari orang tua yang harganya sampai jutaan rupiah.

Yaa itulah fenomena miris dan mengherankan, kenapa hal tersebut dapat terjadi di negeri yang katanya pertumbuhan ekonominya stabil, di negeri yang katanya sumber daya alamnya melimpah, di negeri yang katanya jika gali sumur yang keluar dalah minyak bumi, di negeri yang katanya banyak gunung-gunung emas, di negeri yang katanya jamrud khatulistiwa. Sungguh ironi ketika masih banyak rakyat Indonesia bingung esok akan makan apa, namun pemimpinnya malah asik foya-foya. Sebenarnya apa yang sedang terjadi di negeri ini? Sebenarnya negeri ini sedang dilanda syndrome apa? Begeri ini sedang ditimpa musibah apa? Sehingga fenomena-fenomena seperti itulah yang kita jumpai.

Tampaknya baik level terbawah dan teratas elemen masyarakat negeri ini sudah tak lagi mempunyai landasan hidup yang kuat dan mengakar. Pada level atas elemen masyarakat kita sudah tak lagi memiliki integritas yang baik, diperparah dengan tak ada kegigihan hidup di level bawah elemen masyarakat Indonesia. Kita lihat fakta yang berbicara bukan hanya sekedar argument retorika tanpa landasan data yang ada. Pemimpin sudah tak lagi memikirkan kelangsungan hidup rakyat jelata, mereka sibuk memperkaya diri tanpa melihat ke kanan, kiri, dan kebawah, bahwasannya masih banyak pribadi yang sakit jiwa karena tekanan hidup yang begitu berat. Begitu pula dengan rakyat jelata yang semakin banyak memilih jalan singkat dengan pergi ke dukun, menjajakan harga diri, mengemis belas kasihan orang lain. Ternyata permasalahan negeri ini sudah kompleks. Apakah solusi untuk itu semua? Adakah jaminan Indonesia dapat kembali menjadi macan Asia?

Kesemrawutan sistem hampir terjadi di semua lini, kehancuran generasi bukanlah pemandangan yang taka sing dihapir semua negeri. Kerusakan budaya bukan lagi hal yang membuat semua orang peduli. Kenapa semua ini bisa terjadi? Dan salah siapakah semua itu?. Nampaknya pertanyaan-pertanyaan diatas layak kita renungkan. Bukankah awal dari semua yang diciptakan ini baik. Dan sadarkah bahwa semua hal yang diciptakan seharusnya bisa kita jaga dengan amanah dan penuh tanggung jawab. Ada apa dengan manusia kontemporer yang sejatinya semakin lama semakin berpikir atau mungkinkah manusia sudah menjadi budak syahwat. Tak perlu dijawabpun pasti semua orang tahu jawabannya.

Sekarang mari kita ambil cacatan sejarah masa lalu untuk sekedar mengingatkan tentang arti sebuah kejayaan dan kemakmuran. Dan teropong lebih dalam tentang bagaimana orang-orang masa lalu mengatur sistem kehidupannya sehingga menjadi contoh peradaban yang merajai pada masa itu. Dan jika kita putar balik waktu, islam lah yang menjadi raja dari semua dinasti sebelum kekhilafahan turki utsmani dirobohkan oleh para sekuler biadab. Lihatlah dan renungilah masa-masa itu. Apakah ada sebuah celah kebobrokan ketika islam memimpin dunia?. Apakah penjajahan dan pembantaian terjadi disebagian negeri?. Jawabannya adalah tidak. Berarti dengan bukti-bukti akurat tadi, islamlah solusi yang paling tepat untuk memperbaiki kehancuran sistem yang terjadi di dunia ini.

Sungguh luar biasa, bagaimana jika islam kita gunakan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan ke-indonesiaan. Dunia saja yang begitu luas bisa beres ketika islam berjaya. Apalagi Indonesia yang memiliki territorial sempit disbanding dunia yang besar ini, sungguh ironi negara yang di-cap sebagai negara yang mayoritas islam terbesar, ternyata menurut penelitian dalam pengamalan ke-islamannya menduduki posisi ke-140 dan kita kalah dengan New Zealand yang menduduki posisi pertama di dunia dalam pengamalan ke-islamannya. Padahal kita tahu New Zealand bukanlah negara mayoritas beragama muslim atau kebanyakan penduduknya beragama non-muslim.

Jadi mari kita mengevaluasi penerapan lima kata tersebut (islam-red) dalam kehidupan sehari-hari. jika memang belum atau jauh dari kata sempurna, maka sudah sepatutnya kita berlomba-lomba menegakkan ad-dienul Islam dalam hati, jiwa dan raga ini. Maka pemimpin adil bukan hanya menjadi dongeng pengantar tidur belaka dan rakyat gigih menjalani hidup tidak hanya menjadi angan-angan yang terus mengawang di benak kita.

Selasa, 06 Desember 2011

Perbaikan Moral Sebagai Langkah Untuk Mewujudkan Kembali Kemajuan Bangsa oleh Army Nur Almucahdinatria (Departemen Kesektariatan//Hubungan Internasional 2009)

Berbicara Islam dengan Indonesia ibarat membicarakan dua hal yang sudah melekat satu sama lain. Islam memang telah menjadi agama mayoritas yang dipeluk oleh masyarakat Indonesia sejak lama. Terutama oleh para pedagang dari Arab, India, Cina, dan juga para intelektual yang mempelajari Islam hingga ke luar negeri di masa lampau Islam pun berkembang di Indonesia hingga bisa menjadi seperti yang ada pada saat ini. Dan dengan posisi Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dan budaya yang luhur menjadikan masuknya Islam semakin melengkapi keberadaan Indonesia sebagai sebuah wilayah dengan peradaban yang tinggi.

Namun sayang belakangan nilai-nilai Islam sudah tidak lagi menjadi sesuatu yang populer bagi kalangan generasi muda. Mengapa bisa terjadi hal demikian? Jawabannya adalah karena adanya globalisasi budaya yang sedang berkembang pada zaman ini. Di masa kini batas antara satu negara dengan negara yang lain sudah semakin tidak jelas. Termasuk batas budaya yang sebelumnya begitu kontras antara negara-negara Barat dengan negara-negara Timur. Hingga begitu mudahnya budaya asing masuk ke dalam negeri ini Bahkan semakin tahun banyak nilai-nilai Islam yang terkikis karena arus globalisasi yang begitu deras terutama dengan masuknya budaya Barat yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Istilah yang biasanya digunakan untuk penyebutan budaya Barat yang kemudian berkembang ini adalah budaya pop.

Budaya pop sendiri sebagai sebuah produk dari negara Barat memang banyak yang bertabrakan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam. Budaya pop yang pada saat ini berkembang adalah bentuk budaya pop yang begitu mengedepankan hedonisme, konsumerisme, dan individualisme yang kesemuanya itu ditolak oleh Islam karena jelas bertentangan dengan prinsip dalam Islam yang mengedepankan kearifan, kesederhanaan, dan juga rasa kebersamaan. Dan media massa menjadi lahan subur berkembangnya budaya pop dalam kehidupan sehari-hari dari masyarakat. Dalam media cetak maupun media elektronik, bentuk-bentuk dari budaya pop ini dengan gencarnya dipublikasikan. Apa yang saat ini dipakai oleh orang Inggris juga dapat dilihat dipakai oleh orang Suriname atau siapa yang sedang dikagumi di Amerika Serikat juga diakui di Afrika Selatan. Begitulah kira-kira gambaran mengenai budaya pop tersebut. Bisa dikatakan suatu model penjajahan jenis baru yang jelas akan membahayakan negara-negara Timur terutama negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim seperti Indonesia.

Selain itu ada pula persepsi yang salah mengenai apa yang dimaksudkan dengan sesuatu yang sesuai dengan nilai keislaman. Contohnya saja di kalangan masyarakat Indonesia sendiri saat ini muncul penilaian yang berusaha mengidentifikasikan suatu musik dan lagu tertentu sebagai musik “Islami” dan “non Islami”. Hanya dengan bermodalkan penampilan yang dikatakan “Islami” seperti memakai baju gamis, koko, dan semacamnya, juga dengan menambahkan nama-nama Tuhan dalam lirik lagunya, maka lagu atau penyanyi tersebut dapat dikatakan “Islami”. Bahkan muncul anggapan lain yang lebih ekstrim yaitu adanya yang menyamakan proses “Arabisasi” dengan “Islamisasi” yaitu ketika suatu musik diiringi dengan alat musik khas Arab yaitu gambus, kemudian liriknya berbahasa arab, dianggap sebagai musik yang “Islami” sementara jenis musik yang berada di luar itu dianggap tidak “Islami”. Penilaian tersebut tidak hanya keliru, melainkan menyebabkan kita tercerabut dari akar kebudayaan kita sendiri. Keislaman bukan terletak pada bentuk dan penampilan (ekspresi) melainkan substansinya.

Jadi apa yang sebenarnya terjadi pada bangsa ini adalah krisis moral. Ketika nilai-nilai luhur agama dan budaya timur tergerus akhirnya mengakibatkan bangsa ini sebagai bangsa yang tidak memiliki kepribadian. Ketika agama tidak lebih menjadi sekedar simbolisasi yang terbatas pada bentuk ritus ibadah seperti sholat namun esensinya dan bahkan penerapannya dalam kehidupan sama sekali tidak ada. Belum lagi ketika seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, yaitu ada kesalahan persepsi dalam melihat agama akibat minimnya pengetahuan tentang agama menjadikan kita semakin berada dalam kondisi yang menyedihkan.

Efeknya dapat kita lihat sekarang dimana semakin beraninya generasi-generasi muda dalam pergaulannya entah itu dari gaya berpakaian maupun gaya hidupnya. Selain itu juga di kalangan elit pemerintahan sendiri korupsi seperti menjadi sebuah makanan pokok dikarenakan rendahnya moral mereka sehingga dengan mudahnya dan tanpa rasa bersalah sedikit pun mereka memakan apa yang sebenarnya tidak menjadi hak bagi mereka. Dan setelah itu semua akhirnya kita menjadi bangsa yang benar-benar miskin harta dan moral.

Ada beberapa solusi yang bisa diterapkan untuk masa depan yang lebih baik. Pendidikan Islam sejak dini merupakan sebuah langkah preventif untuk menghindari masa depan bangsa yang lebih suram lagi dari sekarang. Dengan berbagai bentuk penyesuaian pendidikan Islam tidak akan lagi dianggap sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman karena konsepnya yang terlalu kuno. Penting bagi generasi-generasi muda muslim untuk dijaga supaya tetap berada pada koridor yang benar sehingga ketika dewasa nanti mereka akan menjadi generasi cemerlang yang menjamin kemajuan agama, bangsa, dan negaranya.

Sementara untuk upaya yang bisa dilakukan oleh kita sendiri adalah dengan meminjam konsep 3 M yang dicetuskan oleh salahsatu dai Indonesia yaitu Aa Gym, untuk mewujudkan masyarakat yang Islami. Yang pertama adalah harus dimulai dari diri sendiri. Dengan memulai dari diri sendiri ini kita memulai langkah awal untuk mewujudkan masyarakat Islami tersebut. Lihatlah bagaimana kita berperilaku setiap hari. Selalu melihat apa sebenarnya kesalahan yang kita perbuat untuk diintrospeksi. Lalu harus ada motivasi dari dalam diri untuk selalu menjadi lebih baik dan lebih baik lagi di masa yang akan datang. Kemudian yang kedua adalah mulai dari hal yang paling kecil. Dalam hal ini sembari kita melakukan perubahan dalam diri menuju ke arah yang lebih baik, kita juga harus berupaya untuk menyebarkannya seperti ke lingkungan terdekat kita yaitu keluarga. Langkah ini merupakan upaya untuk menyebarkan apa yang kita harapkan tersebut yakni mewujudkan sebuah masyarakat yang Islami. Dengan cara-cara yang sederhana saja tanpa perlu berkesan menggurui. Hingga lama kelamaan akan membekas dan kemudian akan mengalami perkembangan dengan sendirinya. Bahkan tidak hanya di lingkungan keluarga, akan terus menyebar jika tetap konsisten. Dan yang ketiga adalah tentu saja harus memulainya dari sekarang. Tidak ada kata menunda ketika kita sudah memiliki niatan yang baik. Termasuk juga untuk mewujudkan hal tersebut. Semakin cepat hal tersebut dilakukan maka semakin besar juga kemungkinan untuk hal tersebut bisa semakin menyebar.

Memang sangat normatif kedengarannya dan jelas untuk mewujudkan dan melaksanakan hal tersebut tidaklah akan menjadi sesuatu yang mudah. Namun begitu bahwa mewujudkan suatu masyarakat yang Islami tersebut memang merupakan kewajiban bagi kita semua dan ketika kita bisa konsisten, pasti jalan menuju hal tersebut akan dimudahkan.

SELAMATKAN INDONESIA DENGAN SYARIAH oleh Fahriadinata (Departemen Syiar dan Dakwah//Ilmu Pemerintahan 2009)

Indonesia menangis! Negeri yang pernah dijuluki zamrud khatulistiwa yang gemah ripah loh jinawi, kini tengah terpuruk di segala bidang. Di bidang ekonomi, Indonesia kembali menjadi kelompok negara miskin dengan GNP perkapita hanya sedikit lebih banyak dari Zimbabwe, sebuah negara miskin di Afrika, dan dengan beban utang luar biasa besar. Disebut-sebut lebih dari Rp 1400 trilyun, terdiri Rp. 742 triliun utang luar negeri dan sisanya adalah utang dalam negeri (Forum, 5 Maret 2002).

Padahal, semua orang tahu alam Indonesia sangat kaya. Areal hutannya termasuk paling luas di dunia, tanahnya subur, alamnya indah. Indonesia juga adalah negeri yang memiliki potensi kekayaan laut luar biasa. Wilayah perairannya sangat luas, dengan kandungan ikan yang diperkirakan mencapai 6,2 juta ton. Belum lagi mutiara, minyak dan kan-dungan mineral lainnya, termasuk di dalamnya keindahan alam bawah lautan. Dari potensi ikan saja, diperkirakan bisa didapat devisa lebih dari 8 milyar US dollar setiap tahunnya. Sementara, di daratan terdapat berbagai bentuk barang tambang berupa emas, nikel, timah, tembaga, batubara dan sebagainya. Di bawah perut bumi sendiri tersimpan gas dan minyak yang juga termasuk cukup besar. Kan-dungan emas di bumi Papua konon termasuk yang terbesar di dunia.

Tapi, semua orang juga tahu, kini Indonesia terpuruk di segala bidang. Akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, 100 juta orang terpaksa hidup dalam kemiskinan dan 40 juta orang kehilangan pekerjaan. Sementara, sekitar 4,5 juta anak harus putus sekolah. Jutaan lagi mengalami malnutrisi. Hidup semakin tidak mudah dijalani, sekalipun untuk sekadar mencari sesuap nasi. Beban kehi-dupan bertambah berat seiring dengan kenaikan hargaharga yang terus menerus terjadi. Bagi mereka yang lemah iman, berbagai kesulitan mudah mendo-rongnya melakukan tindak kejahatan. Berbagai bentuk kriminalitas mulai dari pencopetan, peram-pokan, pencurian, pembunuhan, pelacuran, sampai pornografi dengan dalih kebutuhan ekonomi terasa semakin meningkat tajam. Sepanjang krisis, krimi-nalitas dilaporkan meningkat 1000%, angka perce-raian meningkat 400%, sementara penghuni rumah sakit jiwa meningkat 300%.

Di sisi lain, sekalipun pemerintahan telah berulangkali berganti, tapi kestabilan politik belum juga kunjung terwujud. Bahkan gejolak politik di beberapa daerah malah terasa lebih meningkat. Pertanyaannya, mengapa itu bisa terjadi? Di mana letak kesalahannya? Pada sistem yang digunakan dalam menata negara Indonesia ini atau pada orang-orangnya yang kurang cakap dan kurang amanah, ataukah keduanya? Dan yang paling penting, apa yang harus kita lakukan?

Akar Masalah dan Solusi Fundamental

Dalam pandangan Islam, berbagai krisis tadi merupakan fasad (kerusakan) yang ditimbulkan oleh karena tindakan manusia sendiri, sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
Telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan oleh karena tangan-tangan manusia. (QS. Ar Rum: 41).

Muhammad Ali Ashabuni dalam kitab Shafwatu al-Tafasir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bi ma kasabat aydi al-anas dalam ayat itu adalah “oleh karena kemaksiatan-kemak-siatan dan dosa-dosa yang dilakukan manusia (bi sababi ma’ashi al-naas wa dzunu bihim)”. Maksiat adalah setiap bentuk pelanggaran terhadap hukum Allah, yakni melakukan yang dilarang dan mening-galkan yang diwajibkan. Setiap bentuk kemaksiatan pasti menimbulkan dosa. Dan setiap dosa pasti me-nimbulkan kerusakan (fasad).

Selama ini, terbukti di tengah-tengah masyarakat, termasuk dalam penataan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, banyak sekali ke-maksiatan dilakukan. Dalam sistem sekuler, Islam hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Sementara dalam urusan sosial ke-masyarakatan, agama (Islam) ditinggalkan. Maka, di tengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedo-nistik, kehidupan sosial yang egoistik dan indivi-dualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta sistem pendidikan yang materialistik.

Dalam tatanan ekonomi kapitalistik, ke-giatan ekonomi digerakkan sekadar demi meraih perolehan materi tanpa memandang apakah kegiatan itu sesuai dengan aturan Islam atau tidak. Aturan Islam yang sempurna disangka justru meng-hambat. Sementara dalam tatanan politik yang oportunistik, kegiatan politik tidak didedikasikan untuk terwujudnya kesejahteraan umum melainkan sekadar demi jabatan dan kepentingan sempit lainnya. Dalam tatanan budaya yang hedonistik, budaya telah berkembang sebagai bentuk ekspresi pemuas nafsu jasmani. Dalam hal ini, Barat telah menjadi kiblat ke arah mana “kemajuan” budaya harus diraih.

Sementara itu, sikap beragama sinkretistik menyebabkan sebagian umat Islam telah meman-dang rendah, bahkan tidak suka, menjauhi dan memusuhi aturan agamanya sendiri. Sebagian umat telah lupa bahwa seorang Muslim harus meyakini hanya Islam saja yang diridhai Allah SWT. Sedang-kan sistem pendidikan yang materialistik terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus menguasai iptek.

Semua rakyat Indonesia tentu menginginkan agar negeri ini segera terbebas dari segala krisis yang sudah menjerat lebih dari 4 tahun ini. Masalahnya, bagaimana caranya? Sekadar mengganti pemerintahan terbukti tidaklah mencukupi. Semenjak krisis, sudah 4 presiden berganti-ganti memimpin Indonesia, tapi tetap saja krisis tidak kunjung berakhir. Jelas bahwa krisis ini ditimbulkan bukan hanya karena birokrat yang memimpin tidak amanah, korup dan tidak cakap, tapi juga ditimbulkan oleh buruknya sistem yang selama digunakan sebagai dasar pengaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik dan paradigma pendidikan yang materialistik serta sisi kehidupan sekuler lainnya sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya sebenarnya hanyalah buah atau merupakan problema-problema cabang yang muncul dari diterapkannya sistem kehidupan sekuleristik tadi. Karena itu sistem tersebut harus diganti.

Persoalannya, sistem mana yang harus di-pilih? Memilih sistem kapitalisme sama saja dengan terus mempertahankan krisis, oleh karena sistem kepitalisme itulah yang menjadi pangkal terjadinya krisis bukan hanya di Indonesia tapi juga di negara-negara lain termasuk AS, gembong kapitalisme. Memilih sosialisme-komunisme juga tidak logis karena sistem itu telah bangkrut dan bahkan ditinggalkan para pemeluknya sendiri. Satu-satunya alternatif hanyalah Islam.

Lagi pula, mengingat beratnya persoalan atau krisis yang dihadapi, maka semua itu hanya mungkin dihadapi melalui solusi fundamental dan integral. Secara fundamental, karena semua problema yang ada sesungguhnya berpangkal pada sistem yang terlahir dari pandangan hidup yang salah, yaitu sekulerisme. Juga menghendaki solusi yang integral oleh karena kerusakan yang terjadi telah menyentuh semua sendi kehidupan manusia. Penyelesaian yang parsial tidak akan menyelesaikan secara tuntas berbagai krisis itu. Bahkan sebaliknya bisa memicu problema baru yang mungkin tidak kalah gawatnya. Solusi fundamental dan integral yang dimaksud tidak lain adalah dengan cara menegakkan kembali seluruh tatanan kehidupan masyarakat dengan syariat Islam.

Hakikat Syariah dan Keharusan Penerapannya

Secara bahasa, syariat (al-syarî’ah) berarti sumber air minum (mawrid al-mâ’ li al istisqâ) atau jalan lurus (at-tharîq al-mustaqîm). Sedang menurut istilah, syariah bermakna: perundang-undangan yang diturunkan Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia baik menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman, pakaian maupun muamalah (interaksi sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jadi, setiap hukum yang digali dari sumber-sumber hukum Islam merupakan hukum syariat (al-ahkâm asy-syar’iyyah) atau biasa disebut syariah saja. Karena-nya, syariat Islam mencakup berbagai perkara, mulai dari cara berwudhu hingga cara mengatur masya-rakat dan negara dalam aspek sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan budaya. Jadi, yang disebut syariat Islam bukanlah sekadar sanksi hukum pidana (hudûd wal jinayat) semata, melainkan seluruh hukum bagi semua aspek kehidupan.

Maka, perjuangan bagi tegaknya syariat Islam di negeri ini jelas sangatlah penting. Secara imani, perjuangan itu merupakan tuntutan aqidah Islam. Secara faktual, sistem apalagi yang diharapkan mampu menyelesaikan krisis multidimensi yang kini tengah dihadapi Indonesia bila bukan syariat Islam, setelah sosialisme hancur dan kapitalisme terbukti makin loyo? Dan secara operasional, pemberlakuan syariat Islam kiranya juga akan nyambung dengan denyut nadi iman atau keyakinan mayoritas penduduk negeri ini yang muslim. Bila itu bisa diujudkan, maka gagasan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara juga menjadi bagian dari ibadah setiap muslim akan dapat diujudkan secara nyata.

Pelaksanaan syariah oleh negara sesungguhnya merupakan perkara yang sudah diketahui kewajibannya dalam Islam (ma’lumun min al-dini bi al-dharurati) sebagaimana telah diketahuinya kewajiban shalat, zakat, haji dan sebagainya. Bah-kan sejatinya, berdirinya negara dengan segenap struktur dan wewenangnya dalam kacamata Islam memang adalah untuk menyukseskan pelaksanaan syariah, sebagai wujud nyata pelaksanaan hidup bermasyarakat dan bernegara dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT. Maka perjuangan bagi penegakan syariat Islam bagi seorang muslim juga merupakan sebuah kemestian. Diyakini bahwa tidak akan pernah ada kemuliaan kecuali dengan Islam, dan tidak ada Islam kecuali dengan syariat, serta tidak ada syariat kecuali dengan adanya daulah.

Diyakini, hanya syariah Islam sajalah yang mampu menjawab berbagai persoalan yang tengah membelit negara ini, baik di lapangan ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan, setelah ideologi kapitalisme dan sosialisme gagal memenuhi harapan. Penerapan syariah juga akan membawa masya-rakat Indonesia yang mayoritas muslim itu lebih dekat kepada suasana religiusitas Islam sebagai perwujudan dari misi hidup beribadah kepada Allah SWT.

Maka dari itu, kita sebagai umat islam yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sudah sepantasnyalah kita mengambil hukum Allah(syariat islam) sebagai aturan hidup kita dalam mengatur segala aspek kehidupan. Allahuakbar
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak (pula) perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata.”
(TQS. Al-Ahzab : 36)

Senin, 05 Desember 2011

YANG MUDA YANG BERKARYA “Sekarang, atau tidak sama sekali” Oleh : Dewi Noor Azijah Ilmu Pemerintahan 2010 (Departemen Ilmy)

Permasalahan remaja, permasalahan keluarga, permasalahan pemerintahan, hingga permasalahan krisis air yang berganti shift dengan bencana banjir pun ada di Indonesia. Semuanya terangkum secara acak dan repetitif pada tiap lembar buku harian suram-muram bangsa ini. Entah kenapa, masalah demi masalah seolah betah menempel pada negeri bahari yang slalu dibilang sebagai atlantis yang hilang ini.

Terlalu sombong dan naif apabila kita slalu menanyakan ‘siapa yang patut dipersalahkan’ saja, tanpa berusaha untuk berkontemplasi barang sejenak tindakan curative apa yang harus dilakukan untuk mengobati ‘infeksi’ yang membusuk di negeri ini. Karena, sadar ataupun tidak, kita juga turut berkontribusi terhadap berbagai permasalahan yang slalu timbul tenggelam di negeri ini. Jadi, mulai saat ini :

Lets move with islam


Mulai dari permasalahan remaja yang meradix dari permasalahan keluarga. Tindakan apa yang mau dan mampu dilakukan oleh para ‘the Young Muslim Generation’?
Coba kawan hayati makna surat An-Nisa (1). Bahwa Allah memerintahkan kita untuk menjaga silaturahim. Dan tahukah kamu bahwa silaturahim diawali dengan komunikasi?. Nah, begitulah SALAH SATU solusi cerdas yang ditawarkan islam. Memperbaiki komunikasi keluarga untuk mengobati problema anak yang mulai beranjak dewasa. Simple khan? So. Tinggal tentuin siapa yang lebih dulu yang berinisiatif memulai perbaikan. Kaum orangtua atau kaum muda.

And, apa yang yang ditawarkan islam untuk meng’hush’ para tikus pengerat rupiah yang berkedok wakil rakyat?
Coba kita tengok lagi An-Nisa (135). Setiap orang, diwajibkan untuk slalu adil dan benar. Apalagi bagi orang yang dititipkan amanah. Terus hubungannya dengan koruptor?. Ya, semoga ayat ini mampu menjadi benteng bagi kita apabila amanat itu kelak terwariskan kepada kita. Seraya kita berusaha untuk tetap teguh membasmi tikus, kita pun harus tetap memasang anti-virus, untuk berjaga-jaga dari seranganan ‘Trojan’ (dibaca :syaiton) yang ada dibalik para tikus itu. Minimal untuk saat ini, say no to plagiarize, bikin ‘kopean’ ato titip absen sama teman.

Untuk krisis air yang berganti shift dengan banjir, mari kita hayati lagi ‘Ensiklopedia super’ kita di surat An-Nahl (112). Apa yang bisa kita ambil? Ya. Kesadaran.

Kesadaran bahwa saat ini kita mulai menjadi bangsa yang kufur. Yang terlalu terlena dengan berbagai kekayaan yang slalu dianggap g ada abisnya. Pada saat kita bangga menjadi bangsa maritim, kita seenaknya membuang air dengan ringan dengan dalih ‘masih banyak air di laut’. Padahal, toh meneguk satu kali air laut pun langsung kita muntahkan karena asinnya.

Dan banjir? Hayyaa..kita terlalu pede dengan ibarat di Indonesia berlaku hukum kayu berubah jadi pohon. Kita tebang seenaknya, tanpa berupaya untuk menggantinya. Walhasil, bukan hanya banjir yang mendera tapi panas terik dan racun CO pun mulai padat merebak diangkasa.

Untuk solusinya, monggo dikaji dari Al-An’am (141), Al-Israa (27), Al-Araaf (58), dan Ibrahim (14). Kalau ada yang lain lagi, ya silakan langsung aplikasikan.

Lihatlah kawan, dengan islam, berbagai masalah yang rumit dapat diselesaikan dengan cara yang sederhana dan produktif. Dengan Islam, kita mereduksi masalah menjadi anugrah, dan musibah menjadi berkah. Allhamdulillah, bukan?
Poko’e, segera lakukan 3M with Islam. Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, dan MULAI DARI SEKARANG!


Pantun :
ada masalah runyam pasti ada solusi hebat
mari dengan Islam kita berkontribusi dan bermanfaat

Zakat VS Pajak, Mau Pilih yang Mana? Oleh Reza Irfansyah (Departemen Komunikasi dan Informasi DKM FISIP UNPAD//Ilmu Administrasi Negara 2009)

Bismillah

Dalam penyelenggaraan suatu negara tentunya dibutuhkan dana. Tanpa dana, mustahil suatu negara dapat bertahan hidup. Right? Dana itu dapat didapatkan dari pajak, penerimaan negara bukan pajak, utang luar negeri atau hibah dari negara donor. Jika hanya mengandalkan utang luar negeri, maka lama kelamaan negeri ini akan dipaksa untuk berutang kembali karena tidak mampu membayar utangnya terdahulu. Seperti yang dilakukan oleh lembaga donor macam IMF. Bila mengandalkan hibah dari negara lain, sama saja merendahkan harga diri bangsa ini di mata dunia. Penerimaan negara bukan pajak tidak terlalu berpengaruh pada pendatan negara. Nah, pajak merupakan sumber keuangan negara yang utama.

Sekilas tentang pajak
Pajak diartikan oleh Rochmat Soemitro sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Tercatat bahwa pada tahun 2011 pajak memberi sumbangsih sebesar sekitar 73% untuk tahun 2010, sekitar 75% untuk tahun 2011, sekitar 79% untuk tahun 2012. dari data tersebut kita bisa melihat bahwa penerimaan perpajakan bersifat fluktuatif tidak cenderung selalu meningkat setiap tahunnya dan juga tidak cendrung menurun setiap tahunnya. Orang bijak bayar pajak, itu kata-kata di iklan. Namun, ada benarnya juga kawan. Muslim yang baik dan benar wajib bayar zakat. Itu kalimat Allah Swt di dalam Al-Qur’an

وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ. لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).” (Al-Ma’arij: 24-25).

Sekilas tentang zakat

Zakat merupakan ibadah maliyah (ibadah dalam wujud menyerahkan harta). Disebut zakat, karena secara bahasa berarti التَّطْهِيرُ وَالنَّمَاءُ suci dan tumbuh yaitu mensucikan atau membersihkan orang yang berzakat dari kotoran dosa, sikap kikir dan bakhil. Juga membersihkan harta dari yang telah dikeluarkan tersebut. Disebutkan tumbuh, karena zakat tersebut akan menumbuhkan harta dan menjadi sebab tumbuhnya berkah.
Dalam ajaran zakat terkandung pesan moral untuk bersikap lemah lembut terhadap para fakir, miskin, dan orang-orang yang memerlukan bantuan. Melalui syariat zakat ini, terpintal hikmah kokohnya jalinan distribusi harta dari para hartawan kepada para fakir yang membutuhkan. Hingga orang-orang yang tidak mampu secara finansial bisa dibantu melalui dana jaminan sosial (istilah sekarang) yang terkumpul melalui penggalangan zakat. Inilah salah satu hikmah adanya zakat. Karena sesungguhnya, harta yang dimiliki seseorang senyatanya merupakan pemberian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan atas dasar kemampuan, kekuatan, atau kepandaian yang dimilikinya. Tapi, harta itu semata-mata dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lantaran itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala memfardhukan kepada orang-orang yang berharta untuk menyerahkan hak saudara-saudara mereka yang tergolong fakir. Yaitu, berupaya menyedekahkan harta yang telah mereka dapatkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 254). Lantas bagaimana kondisi kita yang satu sisi sebagai muslim, dan sisi lainnya sebagai negarawan pula? Solusinya satu, sebagai muslim negarawan kita harus taat bayar zakat dan pajak. Setuju?


Indonesia sebagai negara dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa memiliki potensi pajak yang besar. Mayoritas penduduk beragama islam, dengan presentasinya sebesar 78%, berarti juga memiliki potensi zakat yang luar biasa. Walaupun tax ratio indonesia meningkat menjadi 13,6%, hal ini dapat dikatakan sangat sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan tax ratio di Eropa yang mencapai 33%. Survey PIRAC (Publik Interest Research and Advocacy Center) tahun 2004 terhadap responden yang beragama Islam di 11 kota besar di Indonesia yang meliputi Jakarta, Bandung,Semarang, Surabaya, Medan, Padang, Denpasar, Manado, Makassar, Pontianak dan Balikpapan, menunjukkan potensi zakat per tahun mencapai Rp4,45 triliun, dan diperkirakan pada tahun 2007 meningkat menjadi Rp9,09 triliun. Survey juga menunjukkan 94,5% responden menyatakan dirinya sebagai muzakki dengan rata-rata nilai zakat sebesar Rp416.000,00/muzakki/tahun dan tahun 2007 meningkat menjadi 95,5% dengan rata-rata nilai zakat sebesar Rp684.550,00/muzakki/tahun. Peningkatan tersebut tidak selalu linier dengan kesadaran membayar zakat dari golongan yang secara ekonomi lebih mapan. Hasil survei tentang perilaku membayar zakat terhadap responden yang secara ekonomi lebih mapan justru cenderung mengabaikan kewajiban berzakat. Hanya 49,8% yang sadar zakat dan sedikit mengalami peningkatan menjadi 55% ketika disurvey kembali pada tahun 2007. Memang, ketika besar zakat masih recehan, orang tidak keberatan mengeluarkannya, tapi ketika zakat sudah mencapai jutaan, orang mulai berpikir untuk menzakatkannya. Oleh karena itu adanya klausul zakat mengurangi pajak menjadi begitu penting.

Kondisinya di Indonesia saat ini, wajib pajak adalah muzakki juga. Seperti tertuang di Undang-Undang No. 17 tahun 2000. Jadi, Orang atau badan yang telah menunaikan zakat tidak berarti dia bebas pajak. Hal ini lah yang menjadi dualisme di Indonesia. Mari kita bandingkan sejenak. Zakat perintahnya dari Allah Swt. Pajak diatur oleh negara. Tarif pajak beragam mulai dari 10% untuk Pajak Pertambahan Nilai, ada pula yang bersifat progresif, ada juga yang disederhanakan menjadi dua tarif seperti bea materai. Namun zakat tidak serumit demikian. Pajak diatur oleh undang-undang yang senantiasa diamandemen. Zakat diatur sedemikian rupa oleh Al-quran, dan tidak berubah sejak dahulu.

Jadi bagaimana kita menyikapinya? Apakah harus menunaikan zakat saja? Lalu mengabaikan pajak? Menurut pendapat saya, melihat kondisi saat ini di negeri kita tercinta ini, kita wajib melaksanakannya. Menunaikan zakat sebagai bagian dari rukun islam. Dan tentunya membayar pajak sebagai warga negara yang dermawan. Toh maksud keduanya baik kok. Sama-sama memberikan sebagian hak kita kepada mereka yang berhak. Juga turut serta dalam membangun bangsa. Right?

Kita dapat melihat kasus di Malaysia sebagai pengintegrasian antara pajak dan zakat. Di sana jika seseorang telah membayar zakat, maka ia otomatis telah membayar pajak. Muzakki umumnya langsung membayar zakat ke lembaga zakat dan di lain pihak juga tetap membayar pajaknya secara penuh kepada negara. Umat Islam Indonesia menunggu keseriusan pemerintah dalam penerapan zakat sebagai pengurang pajak (tax deductable) seperti di Malaysia. Wacana ini disambut gembira oleh para pengusaha. Melalui undang-undang tersebut para pengusaha tidak terkena kewajiban ganda, zakat dan pajak. Insentif pajak bagi donasi juga telah berlaku di beberapa negara Eropa dan Amerika, bahkan juga di Malaysia. Ada kekhawatiran bahwa jika zakat mengurangi pajak, maka perolehan pajak akan berkurang. Data di Malaysia menunjukkan bahwa selama tahun 2001-2005 dengan adanya undang-undang zakat mengurangi pajak, perolehan zakat di negara tersebut terus meningkat. Tahun 2005 perolehan zakat dari 12,5 juta penduduk yang muslim mencapai RM 573 juta atau Rp1,4 trilyun.

Terakhir, saya ingin mengajak pada diri sendiri dan para pembaca untuk menunaikan zakat dan pajak. Sembari menunggu jikalau konsep integrasi zakat dan pajak diberlakukan di Indonesia. Membayar zakat dan pajak tidak akan membuat harta kita terkuras habis, tetapi justru insyaallah akan bertambah. Membayar zakat diganjar dapat dirasakan di akhirat kelak, sedangkan membayar pajak dapat kita rasakan manfaatnya di dunia. Jadi sebagai muslim negarwan, kita wajib melaksanakan keduanya. Right?

Wallahuallam.
 

Blogger news

Blogroll

About