Alhamdulillah itu lah ucapan pertama
saya ucapkan. Akhirnya kami akan memulai membuat blog aktif kembali \(‘o’)/.
Untuk yang paling pertama akan kami tulis di dalam blog DKM FISIP UNPAD ini
mengenai Sang Pembebasan. Jujur saya sedikit kaget mendengar tema KAISAR pada
hari Selasa, 2 April yang diberikan oleh Departemen Syiar dan Dakwah. Tapi pada
saat saya membaca serangkaian kata dibawah kata “Sang Pembebas.” Akhirnya saya
bisa mengganggukkan kepala.
“Mengubah
Keadaan Sebuah Masyarakat Jahiliyah Menjadi Sebuah Peradaban Tertinggi Umat
Manusia.”
Menurut pembicara, ini merupakan tema
kajian yang klasik tapi sangat menarik. Hmm.. SETUJU. Tapi apa yang ada
dipikiran kalian ketika mendengar Masyarakat Jahiliyah? Kebodohankah atau mungkin kegelapan? Masyarakat Jahiliyah bukan
masyarakat yang bodoh dalam hal ilmu pengetahuan tapi lebih ke dalam kegelapan
dalam hal moral. Pada saat islam masuk semua berkembang baik dalam ilmu
pengetahuan maupun dalam hal moral dan menjadikannya sebuah peradaban
tertinggi.
Jadi apa rahasia perubahan keadaan
masyarakat jahiliyah menjadi sebuah peradaban tertinggi? Jawabannya sederhana
yaitu akhlakul karimah atau akhlak yang baik. Dengan jawaban tersebut peradaban
Islam pernah menguasai 2/3 dunia. Siapa yang melakukannya? Tentu saja
Rasulullah kita yaitu Nabi Muhammad SAW.
Dalam kesempatan ini kami dapat
mengundang Kang Fahrurozi atau biasa disapa Kang Fahru sebagain pembicara. Dengan tegas Kang Fahru menjelaskan inti pembahasan
tema yang diberikan, yaitu meneladani sifat Rasul. Kita tentu tahu sifat-sifat
Rasul yaitu Siddiq yang berarti
benar dalam tutur kata mau pun tingkah laku. Amanah yang artinya benar-benar percaya, apa pun yang beliau
ucapkan, penduduk Mekkah mempercayai karena beliau bukanlah orang yang
pembohong. Tabligh memiliki arti
menyampaikan, segala firman Allah yang ditunjukan manusia disampaikan oleh
Nabi. Tidak ada yang disembunyikan meski pun itu hal yang menyinggung
Rasulullah. Kita mengetahui sifat Rasul tanpa adanya implementasi. Padahal
Allah sudah memerintahkan kita untuk melaksanakan apa-apa yang diperintahkan
Rasul dan menjauhi apa-apa yang di larang Rasul.
Pada awal kajian, salah satu alumni
Kaesejahteraan Sosial FISIP UNPAD angkatan 2005 ini memberikan sebuah
pertanyaan yang menarik. Sebenarnya apa hukum meneladani Rasul?
a. Pilihan
b. Keharusan
c. Kewajiban
d. Kebutuhan
Dalam Q.S
Al-Hasyr : 7 Allah berfirman “..Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah. Dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah..” selain itu
juga dalam Q.S Al-Ahzab : 21 ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Jadi, apa jawaban dari pertanyaan Kang
Fahru? Ternyata jawabannya benar semua. Kalau begitu seharusnya ada pilihan
ganda e. Benar semua. Nah, kenapa jawabannya benar semua? Pertama pilihan, untuk melakukan sesuatu hal
manusia selalu dihadapkan sebuah pilihan atau biasa disebut ranah ikhtiar.
Faktanya ada manusia yang meneladani Rasul dan tidak. Selain itu ada yang rajin
dan patur mengikuti ajaran Rasul ada juga yang malah menjauhi apa yang
dicontohkan Rasul. Jawaban lainnya adalah keharusan
dan kewajiban, dari sisi
Al-qur’an dan Hadits banyak sekali menjelaskan keharusan bahkan kewajiban untuk
meneladani Rasul.
Terakhir, meneladani Rasul merupakan kebutuhan. Kang Fahri memberikan
penjelasan dalam kebutuhan dengan sebuah anomali antara teori dan praktik
selain itu juga konsep dan realita di dalam kondisi kaum muslim. Di dalam
konsep, tidak ada agama yang lebih tinggi dan sempurna selain Islam. Paling
jelasnya saja, Islam mengatur semua aspek dari hal kecil sampai hal yang besar.
Sedangkan dalam realita kondisi kaum muslim sangatlah miris. Bayangkan saja
bagi para ikhwan yang berjenggot dan memakai baju koko atau akhwat yang memakai
gamis dan cadar disebut sebagai teroris.
Negara Arab itu merupakan negara dengan
kondisi kering kerontang. Disanalah Islam tumbuh. Dalam masa keyaan Islam
negara dengan kondisi ekstrim tersebut tidak ada yang menerima zakat. Bahkan
selama 13 tahun hanya terdapat 1.200 kasus kriminal. Saat ini, di Asia Tenggara
300 pemerkosaan terjadi per menitnya sedangkan di dunia terdapat kasus
pelecehan wanita 10.000 kasus/menit. Satu kata yang saya simpulkan, miris. Maka
dari itu kita sangat memerlukannya, disisi lain juga kita butuh untuk meneladani
Rasul.
Suasana
peserta KAISAR
Dalam praktik butuh proses untuk
meneladani Rasul. Pertama kita harus mengenal dulu rasul, kedua memahami ajaran
Rasul, ketiga setelah kita mengenal dan memahami Rasul maka akan tumbuh rasa
cinta, terakhir secara otomatis akan meladeni Rasul.
Dalam Hadits
yang diriwayatkan al-Bukhari, Imam Muslim , al-Nasa’i “Tidak beriman salah
seorang di antara kamu sekalian sebelum aku lebih dicintainya daripada dirinya
sendiri, orang tuanya, anaknya, dan semua manusia.” (HR. al-Bukhari,
Muslim, dan al-Nasa’i).
Paling sederhana proses yang kita
lakukan yaitu mengenal Rasul dengan tahu kapan beliau lahir, sejarah
kehidupannya, bahkan sampai tahu berapa jumah pasti istri Rasul. Karena untuk
mencapai proses meneladani Rasul kita harus tahu luar dalam mengenai Rasul. Dulu
sahabat Rasul berani berkorban demi keselamatan Rasul. Bagaimana dengan
sekarang? Bahkan Rasul pernah mengatakan keadaan kaum muslim saat ini, bagaikan
buih di lautan yang berarti banyak kaum muslim tapi tidak ada artinya. Kita
bisa lihat kasus film The Innocent of Moeslim apa
yang terjadi? Semua umat muslim memang marah tapi lama kelamaan hal itu malah
menguap seiring dengan makin tersebarnya film tersebut. Seolah-olah cinta kita
terhadap Rasul hanya bersifat simbolik tidak mengakar.
Tidak hanya kajian tapi juga harus ada
implementasinya dalam meneladani Rasul, terdapat dua hal untuk
mengimplementasikannya, yaitu dimensi personal dan sosial. Di dalam dimensi
pertama, implementasi tersebut berupa ibadah, mengerjakan ibadah harus sesuai
dengan hal yang dicontohkan Rasul. Akhlak, Rasul mengajarkan Akhlakul Karimah dengan
standar yang dilakukan Rasul bukan standar manusia dengan standar perasaan.
Benci menurut Rasul tidak hanya bersifat
negatif tapi bisa juga bersifat positif. Kita boleh bahkan harus membenci kaum
yang memerangi agama Islam bukannya sesama kaum muslim. Bahkan Rasul pun
mengajarkan jujur tidak selamanya baik, ketika kita dalam keadaan perang jujur
pada musuh merupakan hal yang dilarang. Jika mengikuti standar manusia atau
standar perasaan akan menjadi bias.
Selain ibadah dan akhlak, dalam dimensi
personal Rasul juga mengajarkan tata cara dalam berpakaian dan juga dalam hal
makan dan minum. Menutup aurat itu wajib tapi jika kita mengandalkan perasaan,
banyak muslim yang dianjurkan untuk menutup aurat memberi alasan belum siap.
Sedangkan dalam makanan dan minuman, Rasul sudah sangat jelas memberikan contoh
yang baik.
Dalam dimensi sosial dibagi dua hal
yaitu muamalat dan hukum. Dalam muamalat yang
berarti berinteraksi sosial. Rasul memberikan contoh untuk memperlakukan
manusia dan makluk lain. Bahkan Islam mengajarkan bagaimana memperlakukan atau
merawat kucing. Selain itu, Islam mencontohkan dalam hal ekonomi, berupa
jual-beli atau perbankan. Bahkan dalam pergaulan antara laki-laki dan
perempuan, Rasul memberikan arti apa itu halwat dan lain-lain.
Saat ini hukum disimbolkan sebagai
‘pisau’ yang tumpul diatas tapi tajam dibawah. Pada saat hukum Islam contohnya
saja mencuri dan mendapatkan hukuman dipotong tangannya. Tidak ada lagi yang
berani memcuri. Kalau sekarang? Hari ini mencuri sandal besok mungkin mencuri
ayam. Bahkan para pelayan publik mencuri uang negara. Hal ini membuat membuat
hukum tidak lagi dipercaya oleh masyarakat.
Oleh karena itu mari kita
implementasikan akhlak yang dicontohkan atau diajarkan Rasul. :)