Kenapa harus mentoring?
Pada mulanya saya ga pernah
berpikir untuk ikut mentoring. Paradigma remaja-dewasa yang menyebar seringkali
melihat mentoring sebagai sesuatu yang membosankan. Really. Dan saya pun tidak
menyangkalnya. Saya mengikuti mentoring hanya karena sebuah kewajiban akademik.
Untungnya itu masa lalu, berbeda dengan sekarang yang notabenenya saya
mentoring karena kebutuhan. Mentor saya tak perlu repot-repot menjarkom, dengan
sigap saya akan segera berada disana duduk melingkar bersamanya.
Entah apa yang membuat saya tetap
berada disana, saya hanya merasa nyaman dan bahagia. Saya menemukan apa yang
tidak saya temukan sebelumnya. Saya mendapatkan apa yang tidak saya dapatkan
sebelumnya. Sesuatu yang baru. Sesuatu yang mungkin tidak akan ditemukan oleh
mereka yang termakan paradigma bosan tanpa terlebih dahulu mencobanya.
Mentoringmu membosankan? Tidak merasa bahagia? Berarti ada yang salah dengan
mentoringmu J
tapi tidak berarti untuk mentoring-mentoring lainnya.
Jika bukan karena mentoring mungkin
saya tidak akan bisa sedewasa ini dalam melihat masalah. Jika bukan karena
mentoring, mungkin saya akan tetap menjadi gadis manja anak rumahan atau gadis
malam yang asyik keluyuran tanpa sadar waktu terus berlalu tanpa menjadikan
diri ini semakin berarti. Apa sih yang dirimu cari dari hidup? kalau saya, saya
mencari jawaban dari sebuah pertanyaan kenapa saya hidup? Untuk apa saya hidup?
sebuah identitas. Pastilah jawabannya bukan sekedar takdir. Saya percaya ada
sesuatu yang lebih bermakna dari sekedar takdir. And I found it.
Apa hal itu tidak membuatmu
penasaran? Jika sesuatu yang sangat dasar tentang hidup ini tidak ingin dirimu
tanyakan, saya curiga jangan-jangan semua keputusan, semua pilihan yang dirimu
ambil dalam hidup ini tak pernah juga berdasar. Tak pernah juga kau pertanyakan
ataupun kaji ulang. Kau biarkan hidup ini berlalu begitu saja sampai akhirnya
mati pun begitu saja? Oh no. Jika semua dibiarkan berjalan begitu saja, lalu
apa yang membedakan kita –kaum intelektual- dengan mereka yang berada di kolong
jembatan?
Bukankah cara berpikir? Yang
seharusnya menjadi sang pembeda. Jika kau tidak membiarkan dirimu untuk
berpikir maka itu berarti kau tidak membiarkan dirimu ada. tau kenapa? Cogito
ergo sum. Aku berpikir maka aku ada, sebuah pemikiran Rene Descartes -filsuf
terkenal abad 17 berkebangsaan Perancis- yang mencoba menjelaskan kepada kita
semua bahwa di dunia ini ada kekuatan eksternal yang lebih besar dari diri
sendiri yang tanpa disadari mengontrol pikiran ke jalan yang salah. Nah, dengan
kita berpikir, garis batas yang jelas bisa kita ulur. Sayang sekali jika otak
yang ada dalam kepala ini, tidak digunakan bagaimana semestinya berpikir.
Di fase lahir boleh ia berlalu
begitu saja, tapi tidak dengan kematian. Saya tidak ingin mati begitu saja
tanpa menjadi sesuatu di dunia ini. Tanpa memberikan apa-apa di dunia sehingga
mati dan hidupnya saya tidaklah berbeda. Big No. Saya bersyukur, mentoring
menjawab proses berpikir saya. Menjadikan diri saya ada dan semakin ada.
Meaning life. Sejak mentoring, saya tidak membiarkan hidup mengalir begitu saja
layaknya air. Justru sebaliknya, kini hidup ini bagaikan jet pam yang mendorong
air agar terus keluar dan naik ke atas dan terus naik. Kebayang bedanya? Hidup
saya sekarang lebih bergairah, passionate hingga bisa bergerak maju layaknya
jetpam. Kenapa bisa gitu? Karena aku tau alasan kenapa aku hidup. simple as
usually we did right?
Jadi sudahkan hidupmu berarti?
Just find your answer in mentoring.
Jika sudah temukan jawabannya,
jadilah pribadi-pribadi yang lebih baik.
Let’s heal the world and make a better place ! –michael jackson-